Unipdu Jombang—Rabu, 27 Maret 2024 Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum mengadakan Kajian Ramadhan yang bekerja sama dengan Pusat Studi Al-Quran (PSQ) Unipdu. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mahasiswa, staf, tenaga pendidik, pejabat tinggi di Unipdu hingga masyarakat umum. Rangkaian kegiatan ini dimulai pada pukul 12:00 dengan narasumber Bapak M. Masrur, M. Kom dengan tema “Penggunaan Teknologi dan Media Sosial dalam Mencegah Cyberbullying” dan dimoderatori oleh Bapak Sufendi Hariyanto, S. Kep., Ns.

 

Dalam kajian ramadan kali ini, narasumber menjelaskan bahwa perundungan adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang/kelompok untuk melukai target/orang lain. Zaman sebelum adanya digital, perundungan itu dilakukan secara fisik, memukul, menghina secara verbal sehingga membuat orang merasa terganggu. Sedangkan, cyberbullying adalah tindakan mengintimidasi, mencaci maki orang lain melalui teks di dunia maya. Dunia daring itu sifatnya tak terbatas, maka ada kemungkinan atau indikasi yang mengarah pada sesuatu yang negatif bahkan berbahaya. Salah satunya adalah bahaya cyberbullying, jejak dari cyberbullying itu selamanya, selama konten itu tidak dihapus, konten cyberbullying itu akan tetap ada dan membuat korban mengalami tekanan mental seumur hidupnya. Bentuk-bentuk cyberbullying itu beragam, termasuk pelecehan digital, menyebarkan informasi pribadi, mencaci maki, dan menghina. Bisa melalui sosial media TikTok, Instagram, X, dan yang lain sebagainya. Aktivitas dalam cyberbullying antara lain, Menyebar konten berbahaya dan sensitif seperti foto, video, atau teks apapun yang bersifat mengintimidasi dan menjatuhkan seseorang tertentu dan bertujuan untuk menindas secara psikologis. Contoh nyata saat ini, fenomena pemilu yang sedang menjadi perbincangan hangat yaitu ketika pendukung presiden yang saling menghina di sosial media. Mereka saling melemparkan kata-kata yang tidak pantas antar pendukung bahkan ketika mengetik suatu kata yang negatif yang mana cenderung membawa informasi tidak benar terkait dengan itu. 

Bapak M. Masrur, M. Kom menyatakan bahwa siswa/mahasiswa, secara mental belum dewasa dalam menggunakan teknologi dalam artian sosial media. Karena, kurangnya kesadaran dalam menggunakan teknologi dan sosial media, tidak banyak dari mereka tidak berpikir jauh mengenai potensi risiko di dalamnya. Selain itu mereka rentan terhadap tekanan sosial atau bahkan mudah terbawa emosi terhadap paparan konten-konten sosial media yang menurut mereka sangat berlawanan. Oleh sebab itulah, siswa/mahasiswa rawan ketika mereka menggunakan teknologi, terlebih sosial media. Mereka cenderung bisa menjadi korban atau bahkan pelaku dalam cyberbullying di sosial media. Perundungan online bagi korban memiliki dampak seperti terganggunya mental, psikis, kecemasan, depresi, gangguan tidur dan pola hidup, isolasi sosial, bahkan dapat menyebabkan turunnya prestasi. 

 

Oleh karena itu, perlu adanya peranan penting teknologi untuk pencegahan cyberbullying. Contohnya, di negara Amerika Serikat. Ada sebuah website yang disediakan khusus untuk melaporkan tindakan cyberbullying secara daring. Di Indonesia, belum ada website resmi untuk pelaporan perundungan. Kita tidak bisa melaporkan secara cepat. Solusi lain, yaitu ke tim humas polri yang khusus menangani cyberbullying. Di perguruan tinggi, ada sebuah organisasi yang menangani hal-hal seperti itu. Organisasi tersebut adalah PPKS. Itu dari sisi portal web untuk penanganan khususnya. Dari sisi sosial media bisa membuat video edukasi tentang perundungan. Penggunaan teknologi membutuhkan peran guru/dosen, terlebih dalam tindakan bullying yang ada di kelas. Tidak seperti zaman dulu, guru saat ini harus jadi teman dan dekat siswa, hal ini dimaksudkan agar ada sebuah kedekatan yang baik. Guru/dosen bisa saling follow akun media sosial siswa/mahasiswanya agar dapat memantau aktivitas apa saja yang dilakukan anak-anak didiknya.

 

Peran orang tua dalam penggunaan teknologi oleh anak, orang tua dituntut harus bisa memahami sosial media, kalau tidak bisa maka akan berbahaya. Orang tua dan anak harus saling follow agar bisa memantau aktivitas anak. Sama halnya dengan yang guru/dosen lakukan untuk anak-anak didiknya.

 

Dalam kesimpulannya, penggunaan teknologi dan media sosial harus bijak terutama bagi usia-usia remaja. Jika menemukan konten yang belum tentu kebenarannya, jangan terburu-buru untuk di forward kemana-mana. Pastikan terlebih dahulu, konten yang dimaksud itu valid dengan mencari tahu di sumber-sumber yang dapat dipercaya. Penggunaan teknologi media sosial bagi usia pelajar, perlu adanya pendampingan dan pengawasan dari pihak-pihak terkait seperti pendidik dan orang tua agar dapat menekan perilaku negatif cyberbullying. (Angelie)