PRESS RELEASE Kajian Ramadhan PSQ Unipdu: Memahami Makna Jilbab dalam Khazanah Tafsir Nusantara

PRESS RELEASE Kajian Ramadhan PSQ Unipdu: Memahami Makna Jilbab dalam Khazanah Tafsir Nusantara

 

Jombang, 23 Maret 2025 – Pusat Studi Qur’ani (PSQ) Unipdu Jombang kembali menyelenggarakan Kajian Ramadhan yang mengangkat tema menarik dan penuh makna, yakni “Reinterpretasi Jilbab dalam Khazanah Tafsir Nusantara”. Acara ini menghadirkan Dr. H. M. Samsukadi, Lc., M.Th.I., dosen Unipdu, sebagai narasumber, dan Bapak Eddy Kurniawan, S.Kom., MM., sebagai moderator.

Dalam kajian yang berlangsung di Islamic Center Unipdu, Dr. Samsukadi mengupas lebih dalam mengenai tipologi beragama yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadis. Beliau menyampaikan bahwa secara umum terdapat dua prinsip dalam memahami ayat-ayat maupun hadis:

1. Al-Ashlu fil Ibadah Ta’abbud wa Intizalu Nnas: Setiap ayat atau hadis yang berkaitan dengan ibadah harus dipahami sebagai bentuk ketaatan tanpa harus mengetahui alasannya.

2. Al-Ashlu fil Adab At-Ta’lil wa Intifatul Ma’an: Setiap ayat atau hadis mengenai adab memiliki alasan dan makna yang dapat dijelaskan.

Salah satu ayat yang menjadi fokus kajian adalah Al-Ahzab ayat 59. Ayat ini tidak berbicara dalam konteks ibadah ritual semata, melainkan dalam konteks muamalah sosial. Ada dua alasan utama mengapa perempuan diwajibkan berjilbab:

1. Sebagai Identitas: Jilbab menjadi tanda pengenal seorang muslimah, mencerminkan keimanan dan komitmen terhadap ajaran Islam.

2. Perlindungan dari Gangguan: Di masa awal hijrah, banyak perempuan terganggu oleh laki-laki tidak bertanggung jawab. Dengan berjilbab, mereka dihindarkan dari gangguan tersebut.

Dr. Samsukadi juga menyinggung bagaimana ketentuan menutup aurat dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur’an. Muslimah diwajibkan menutup aurat dengan tidak menampakkan perhiasan, termasuk rambutnya, kecuali kepada suami, keluarga dekat, dan anak-anak yang belum mengerti tentang syahwat. Bahkan, dalam kasus tertentu, seperti pada budak atau orang yang tidak memiliki syahwat terhadap wanita, ada pengecualian.

Kajian ini pun memperkaya pemahaman dengan kisah di zaman Rasulullah, di mana seorang suami istri miskin yang melakukan kesalahan di siang hari Ramadhan mendapatkan solusi berupa kewajiban memerdekakan budak, memberi makan fakir miskin, dan membayar fidyah. Kisah tersebut menggarisbawahi pentingnya kedisiplinan dan ketaatan dalam menjalankan syariat.

Kajian ini menjadi momentum yang tepat bagi seluruh civitas akademika dan masyarakat untuk memahami makna jilbab tidak hanya sebagai kewajiban ibadah, tetapi juga sebagai nilai sosial yang luhur dalam menjaga identitas dan martabat seorang muslimah.

Acara ini diharapkan mampu meningkatkan semangat Ramadhan serta menambah wawasan keislaman mahasiswa dan masyarakat sekitar. (farha)