Ketua Arsinu: Penanganan Stunting Hendaknya Jadi Perhatian Serius

Jombang, NU Online Pasangan yang memiliki anak berusia di bawah tiga tahun hendaknya rutin mengukur tinggi dan berat badan sang buah hati sebagai indikator tumbuh kembang balita.   Dengan membandingkan berat dan tinggi badan bayi dengan standar World Health Organization (WHO), bisa mendeteksi apakah si buyung kekurangan gizi atau tidak.

Dan kekurangan gizi ini bisa menjadikan pertumbuhan anak, baik fisik maupun otak.   WHO mendefinisikan kegagalan pertumbuhan anak akibat gizi buruk, terkena infeksi berulang kali, dan kekurangan stimulasi psikososial sebagai stunting.   Penjelasan ini disampaikan HM Zulfikar As’ad kepada NU Online terkait stunting yang kini menjadi perhatian Nahdlatul Ulama, khususnya di Jawa Timur.   “Yang patut kita waspadai adalah, angka anak-anak yang tergolong dalam kriteria stunting di Indonesia terbilang tinggi. Kenyataan ini tercermin dari hasil berbagai riset yang dilakukan Kementerian Kesehatan . Riset Kesehatan Dasar atauRiskesdas yang dilakukan Kemkes tahun 2018 mengungkap persentase anak-anak yang terbilang stunting di Indonesia mencapai 30 persen lebih,” katanya, Kamis (26/12).    Dalam pandangan Gus Ufik (sapaan akrabnya) terkait hal ini, NU harus turut memberikan sumbangsih nyata. Karena itu dirinya sangat mendukung diluncurkannya Relawan Anti Stunting yang diisi kader dari Lembaga Kesehatan, Lembaga Kesejahteraan Keluarga, Muslimat, Fatayat dan Asosiasi Rumah Sakit Nahdlatul Ulama atau Arsinu beberapa waktu berselang.    “NU harus siap dan aktif dalam turut serta menangani stunting. Dengan demikian Indonesia akan semakin sehat dan kuat,” kata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Arsinu ini.    Menurut Wakil Rektor Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang tersebut, di rumah sakit, Puskesmas hingga layanan kesehatan lain diharapkan ada sudut stunting.   “Sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi tentang upaya bagaimana mengurangi stunting bahkan membebaskan stunting di Indonesia,” jelas alumni program doktor Universitas Airlangga Surabaya tersebut.   Dirinya sangat mengapresiasi karena pada Senin (23/12) di gedung negara Grahadi Surabaya berlangsung kegiatan seminar yang diselenggarakan oleh PWNU Jatim bekerja sama dengan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit(BPTKLPP) dan Kementrian Kesehatan Provinsi Jatim.    Seusai memberikan sambutan dan membuka seminar, Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak meresmikan Relawan Bebas Stunting dari kader NU. Secara  simbolis dikenakan rompi khusus kepada perwakilan dari badan otonom, lembaga dan Arsinu.     “Pada kegiatan tersebut juga dilakukan pengenalan aplikasi Informasi Cegah Dini Stunting atau Sigadis dan aplikasi edukasi deteksi faktor risiko stunting pada wanita subur,” terang Gus Ufik.   Diharapkan dengan sejumlah ikhtiar tersebut, keberadaan stunting di tanah air dapat tertangani dengan baik. Karena sumber daya manusia negeri ini sangat bergantung kepada para calon penerus bangsa.   “Kita berharap NU bisa memberikan peran penting bagi terbebasnya negeri ini dari stunting,” pungkasnya.

Sumber : nu.or.id